Sejarah Gunung Bromo: Dari Letusan hingga Jadi Destinasi Wisata

Sejarah Gunung Bromo mencakup rangkaian letusan vulkanik hingga transformasinya menjadi destinasi wisata ikonik yang sarat nilai budaya dan keindahan alam.

DESTINASI WISATA

Arum

6/17/20254 min read

A group of jeeps parked on a dirt road
A group of jeeps parked on a dirt road

Gunung Bromo merupakan salah satu gunung berapi yang paling terkenal di Indonesia. Terletak di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, gunung ini telah menjadi destinasi wisata utama bagi banyak wisatawan, baik domestik maupun internasional. Keindahan alamnya yang menakjubkan dan fenomena alam yang unik, seperti matahari terbit di lautan pasir Bromo, menarik ribuan pengunjung setiap tahunnya. Namun, di balik keindahannya, terdapat sejarah panjang yang mengiringi eksistensinya sebagai gunung aktif dan simbol budaya bagi masyarakat sekitar.

Asal Usul Gunung Bromo

Gunung Bromo merupakan bagian dari kompleks gunung berapi yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Nama “Bromo” sendiri berasal dari kata "Brahma," yang merujuk pada salah satu dewa dalam agama Hindu. Gunung Bromo adalah bagian dari empat gunung berapi aktif yang berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, bersama dengan Gunung Semeru, Gunung Batok, dan Gunung Kursi.

Bromo termasuk dalam kategori gunung berapi tipe strato, yaitu gunung berapi yang memiliki bentuk kerucut besar akibat letusan berulang. Terbentuk sekitar dua juta tahun yang lalu, Gunung Bromo berada di tengah kaldera besar yang dikenal dengan nama “Lautan Pasir Bromo.” Lautan pasir ini, yang membentang hingga 5.250 hektar, adalah salah satu ciri khas dari Bromo yang menjadi daya tarik utama bagi para wisatawan.

Letusan-Letusan Besar yang Membentuk Gunung Bromo

Gunung Bromo termasuk dalam kategori gunung berapi aktif, yang berarti ia masih berpotensi meletus meskipun pada saat ini aktivitas vulkaniknya relatif stabil. Namun, Bromo sudah mengalami berbagai letusan besar yang telah membentuk pemandangan yang kita kenal sekarang ini.

Sejarah letusan pertama yang tercatat terjadi pada tahun 1818, yang mengubah bentuk dan struktur gunung ini. Pada masa itu, letusan Bromo cukup besar dan meninggalkan jejak signifikan dalam sejarah vulkanologi Indonesia. Letusan ini juga menandai awal dari pemahaman masyarakat terhadap potensi bahaya yang terkandung di dalam Gunung Bromo.

Namun, letusan terbesar yang terjadi pada abad ke-20 adalah pada tahun 1966. Letusan tersebut disertai dengan hujan abu yang menyebar hingga ke wilayah sekitar. Walaupun tidak ada korban jiwa dalam letusan ini, namun kejadian tersebut memperkuat persepsi bahwa Gunung Bromo adalah gunung berapi yang patut diperhatikan oleh masyarakat di sekitarnya.

Pada tahun 1973, Bromo kembali meletus dengan intensitas yang cukup rendah, namun cukup untuk menarik perhatian banyak ilmuwan dan ahli geologi. Aktivitas vulkanik di Bromo hingga saat ini masih dipantau oleh Badan Geologi Indonesia, dengan tujuan untuk memitigasi risiko yang mungkin timbul.

open trip ke bromo dari malang & Surabaya

Gunung Bromo dan Masyarakat Tengger

Gunung Bromo bukan hanya dikenal karena aktivitas vulkaniknya, tetapi juga karena kedekatannya dengan masyarakat adat Tengger. Suku Tengger adalah kelompok masyarakat yang mendiami kawasan sekitar Gunung Bromo, serta beberapa gunung lainnya di Jawa Timur. Masyarakat Tengger memiliki hubungan yang sangat erat dengan gunung ini, bahkan mereka memandangnya sebagai tempat yang sakral.

Dalam tradisi masyarakat Tengger, Gunung Bromo adalah tempat yang sangat dihormati, dan mereka percaya bahwa gunung ini adalah tempat tinggal dewa-dewa. Salah satu upacara yang paling terkenal adalah Yadnya Kasada, yang dilaksanakan setiap tahun sebagai bentuk persembahan kepada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan) dan para leluhur mereka. Upacara ini melibatkan pelemparan sesajen berupa hasil bumi ke dalam kawah Bromo, sebagai ungkapan syukur dan permohonan untuk keselamatan.

Masyarakat Tengger hidup dalam harmoni dengan alam sekitar, dan mereka telah menjaga tradisi ini selama berabad-abad. Perayaan Yadnya Kasada menjadi salah satu daya tarik budaya yang membuat Bromo semakin dikenal oleh dunia internasional. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara masyarakat Tengger dan Gunung Bromo tidak hanya berdasarkan pada pemahaman fisik tentang alam, tetapi juga dalam konteks spiritual dan budaya.

Perkembangan Gunung Bromo Menjadi Destinasi Wisata

Selama berabad-abad, Gunung Bromo dan sekitarnya lebih dikenal sebagai kawasan yang disakralkan oleh masyarakat Tengger. Namun, sejak paruh kedua abad ke-20, kawasan ini mulai dikenal oleh para wisatawan, terutama setelah jalan menuju Bromo diperbaiki dan aksesibilitasnya semakin mudah.

Pada awalnya, kunjungan wisatawan ke Gunung Bromo terbatas pada penjelajahan alam oleh para pendaki dan ilmuwan. Namun, pada tahun 1970-an, dengan berkembangnya sektor pariwisata di Indonesia, Gunung Bromo mulai menarik perhatian wisatawan lokal dan mancanegara yang tertarik untuk menyaksikan pemandangan spektakuler dari puncak gunung ini. Keindahan matahari terbit di puncak Bromo, dengan latar belakang lautan pasir yang luas dan kawah yang mengeluarkan asap, menjadi daya tarik utama bagi para wisatawan.

Pada tahun 1982, Bromo ditetapkan sebagai bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yang semakin meningkatkan statusnya sebagai destinasi wisata utama di Jawa Timur. Taman Nasional ini juga meliputi Gunung Semeru, yang merupakan gunung tertinggi di Jawa, serta kawasan-kawasan sekitar yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa.

Seiring dengan berkembangnya sektor pariwisata, kawasan Gunung Bromo pun mulai didukung dengan berbagai fasilitas pendukung, seperti penginapan, restoran, dan layanan transportasi yang memudahkan wisatawan untuk mencapai kawasan ini. Salah satu cara yang paling populer untuk menikmati keindahan Bromo adalah dengan mengikuti tur jeep untuk menyaksikan matahari terbit di puncak Penanjakan. Pengunjung juga dapat mendaki menuju kawah Bromo, yang menawarkan pengalaman yang tak terlupakan.

Tantangan dan Pelestarian Alam di Sekitar Gunung Bromo

Meskipun Gunung Bromo telah menjadi salah satu destinasi wisata paling populer di Indonesia, kawasan ini juga menghadapi tantangan terkait dengan pelestarian alam. Peningkatan jumlah wisatawan yang datang setiap tahunnya berpotensi memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti polusi sampah dan kerusakan ekosistem sekitar.

Untuk itu, pemerintah Indonesia melalui Taman Nasional Bromo Tengger Semeru bersama dengan masyarakat lokal berupaya untuk menjaga kelestarian alam di sekitar Gunung Bromo. Beberapa langkah yang telah diambil antara lain dengan membatasi jumlah pengunjung di beberapa area tertentu, serta melakukan edukasi kepada wisatawan tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian alam.

Selain itu, pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur wisata juga perlu dilakukan dengan bijaksana agar dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalisir. Penting juga untuk memastikan bahwa kebudayaan masyarakat Tengger tetap terjaga, sekaligus mempromosikan pariwisata yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

TiketBromo